Kemarin awan membentuk wajah
senja, desah angin meniupkan udara.
Semalam bulan sabit
melengkungkan senyumnya, tabur bintang serupa kilau auranya. Aliran sungai
seakan mendamba samudera. Hingga gunung pun tak kuasa menahan amarahnya.
Sepertinya alam mulai
berbahasa. Ada makna di balik semua pertanda. Ada sejarah di dalam sebuah
peristiwa.
Jayakatwang; sebuah nama sebuah
cerita.
Dia pernah jaya, pernah pula
lara. Dia memberontak, dia menentang Raja Kertanegara. Dalam sebuah serangan, Sang
Raja mati terbunuh. Singhasari tumbang, Jayakatwang terbang; menjadi raja dan
membangun singgasana. Riwayat Singhasari berakhir, bak diterjang topan dan
dihantam petir.
Terkadang orang merasa perlu
untuk lepas dari sejarah, telanjang kembali di pulau imajiner yang tak
bercacat, karena peradaban bisa menakutkan. Tapi Jayakatwang melupa. Dia
lupa akan satu nama. Dia lupa akan Kertarejasa Jayawardhana (Raden Wijaya),
titisan “Lembu Peteng” yang terpinggir.
Kertarejasa Jayawardhana;
sebuah nama sebuah cerita.
Jika waktu membeku, mereka yang
miskin dan terkubur tak mungkin terungkap, dan tak akan mungkin jadi
bebas. Tapi Wijaya merubah sejarahnya. Baginya, sejarah bukan pengekangan
atas dorongan naluri seksual dan agresif. Sejarah adalah proses manusia
memilih kendali, sejalan dengan ia memilih keindahan, kesehatan, dan
ketertiban.
Wijaya memberontak, menyerang
Kediri untuk untuk menuntut hak. Arya Wiraraja dan pasukan Mongolia menjadi
penopang menembus kuasa. Di kala senja, Jayakatwang gugur, Kediri hancur dan
bersama ambisinya dia terkubur. Wijaya berjaya, dengan kobaran semangatnya dia
menjadi Raja.
Sepertinya alam mulai
berbahasa. Ada makna di balik semua pertanda. Ada sejarah di dalam sebuah
peristiwa.
Mungkin itu sebabnya tak jarang
orang merasa perlu untuk lepas dari sejarah. Bukan untuk mandeg, melainkan
untuk melepaskan diri dari ilusi umum tentang peradaban. Ada nostalgia kepada
alam, menjadi alam, nostalgia yang seakan-akan ingin kembali ke sebuah masa
pra-perubahan.
Sepertinya alam mulai berbahasa.
Ada makna di balik semua pertanda. Ada sejarah di dalam sebuah peristiwa.
Bagaimana dengan kini, dengan
2019? Akankah sejarah akan berulang? Kita bukan
hakim terakhir. Di ujung sana Tuhan lebih tahu.
0 Comments