Agama tak hanya berhubungan dengan idea saja,
tetapi juga merupakan sistem berperilaku yang mendasar; suatu komitmen terhadap
perbuatan.Agama tak hanya kepercayaan. Ia juga sebuah amaliah yang
berfungsi untuk mengintegrasikan masyarakat, baik dalam perilaku lahiriah
maupun simbolik.
Dalam perspektif Parsons, agama dipandang
sebagai institusi yang mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik.
Dengan kata lain, agama merupakan semesta simbolik yang memberi makna
pada kehidupan manusia. Ia memberikan penjelasan paling komprehensif tentang
seluruh realitas.
Sebagai sistem kenyakinan, agama dapat
menjadi bagian dan inti dari sistem nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu, agama menjadi penggerak
sekaligus kendali bagi tindakan pemeluknya agar tetap berjalan pada nilai-nilai
ajarannya.
Sejumlah nilai (ajaran), pengetahuan terpadu dan
kepercayaan di dalamnya akan menuntun gerak manusia. Dalam hal ini, agama merupakan
sistem makna-makna simbolis (simbolik sistem of meanings) - yang sebagian di
antaranya menentukan realitas yang sebagaimana diyakini, dan yang sebagian lain
menentukan harapan-harapan normatif.
Dengan klasifikasi tersebut, maka agama menyatu
dengan sistem sosialnya. Dalam artian, ia berada dalam batasan sarana dan
tujuan, proskrepsi dan preskripsi yang dibenarkan dan yang dilarang; dengan
menentukan peranan di mana masyarakat menghadapi harapan-harapan sosial mereka.
Harapan-harapan itulah yang menjadikan agama dipandang
sebagai unsur yang paling pokok pengaruhnya dalam kehidupan manusia.
Karena agama membawa
peran suci yang membawa suatu perubahan positif dalam masyarakat. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari seberapa jauh masyarakat dapat
mengejawantahkan agama sebagaimana fungsinya.
Meski terkadang, dalam “konstruksi” pemahaman
pemeluknya terdapat suatu gerak pergeseran nilai-nilai. Konstruksi inilah yang
menyebabkan perbedaan pemahaman tentang unsur pokok di dalam agama itu
sendiri.
Tak pelak, hal tersebut mempengaruhi adanya perubahan
sikap, emosi dan sosial di mana manusia kerap terjebak dalam ruang privat.
Sehingga memunculkan anggapan bahwa jika ada seseorang atau komunitas terntentu
berada di luar ruang privat itu, akan dianggap salah, sesat, bid’ah, bahkan kafir.
0 Comments