Subscribe Us

Responsive Advertisement

Advertisement

AGAMA



Agama tak hanya berhubungan dengan idea saja, tetapi juga merupakan sistem berperilaku yang mendasar; suatu komitmen terhadap perbuatan.Agama tak hanya kepercayaan. Ia juga sebuah amaliah yang berfungsi untuk mengintegrasikan masyarakat, baik dalam perilaku lahiriah maupun simbolik.
Dalam perspektif Parsons, agama dipandang sebagai institusi yang mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, agama merupakan semesta simbolik yang memberi makna pada kehidupan manusia. Ia memberikan penjelasan paling komprehensif tentang seluruh realitas.
Sebagai sistem kenyakinan, agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu, agama menjadi penggerak sekaligus kendali bagi tindakan pemeluknya agar tetap berjalan pada nilai-nilai ajarannya.
Sejumlah nilai (ajaran), pengetahuan terpadu dan kepercayaan di dalamnya akan menuntun gerak manusia. Dalam hal ini, agama merupakan sistem makna-makna simbolis (simbolik sistem of meanings) - yang sebagian di antaranya menentukan realitas yang sebagaimana diyakini, dan yang sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif.
Dengan klasifikasi tersebut, maka agama menyatu dengan sistem sosialnya. Dalam artian, ia berada dalam batasan sarana dan tujuan, proskrepsi dan preskripsi yang dibenarkan dan yang dilarang; dengan menentukan peranan di mana masyarakat menghadapi harapan-harapan sosial mereka.
Harapan-harapan itulah yang menjadikan agama dipandang sebagai unsur yang paling pokok pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Karena agama membawa peran suci yang membawa suatu perubahan positif dalam masyarakat. Perubahan tersebut dapat dilihat dari seberapa jauh masyarakat dapat mengejawantahkan agama sebagaimana fungsinya.
Meski terkadang, dalam “konstruksi” pemahaman pemeluknya terdapat suatu gerak pergeseran nilai-nilai. Konstruksi inilah yang menyebabkan perbedaan pemahaman tentang unsur pokok di dalam agama itu sendiri.
Tak pelak, hal tersebut mempengaruhi adanya perubahan sikap, emosi dan sosial di mana manusia kerap terjebak dalam ruang privat. Sehingga memunculkan anggapan bahwa jika ada seseorang atau komunitas terntentu berada di luar ruang privat itu, akan dianggap salah, sesat, bid’ah, bahkan kafir.

Post a Comment

0 Comments

FAHRUDDIN FAIZ