Subscribe Us

Responsive Advertisement

Advertisement

SELFIEYUS SHALIH

 

Jenkins (2017) menganggap Generasi Z (Gen Z) memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda. Karakter generasi ini lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan.

Generasi ini memandang teknologi sangat penting dan berperan merubah berbagai sendi kehidupan. Tak heran jika Stillman (2017) perlu mengidentifikasi lebih komprehensif tentang karakter mereka: digital, fear of missing out (FOMO), hiper kustomisasi, realistis, ekonomis, dan do it your self.

Karakteristik Gen Z di atas harus dipahami. Pemahaman tentang karakteristik generasi ini sangat penting untuk menentukan konsep pendidikan yang efektif. Tujuannya, agar kerangka pendidikan sesuai dengan kebutuhan tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah generasi.

Selfie

Hampir setiap hari kita menyaksikan Gen Z berselfie, dari media sosial hingga televisi.  Meski dianggap “generasi kolonial” sebagai kegiatan kurang kerjaan, tidak membuatnya terhenti. Karena, Gen Z memiliki imajinasi sendiri.

Gen Z memiliki dunia yang agaknya berbeda. Inipun tidak dapat dibentuk oleh selera orang-orang “tua”. Barangkali ini tanda-tanda dua masa yang cemas. Cemas kalau-kalau sebuah generasi baru akan meninggalkan tradisi yang telah mengaras.

Tapi nyatanya, selfie tidak dapat dihilangkan. Ini adalah karakter sebuah generasi di sebuah zaman. Meski ada upaya “dikesampingkan”, “tradisi” selfie tetap menjadi menu utama sebuah kegiatan.

Adaptasi

Dalam satu sisi, pendidikan seolah kian ditentukan oleh hasil, guna, perhitungan dan semacamnya. Maka, yang semula hidup dibuat beku. Alam pun jadi proyek, kesenian jadi klise, dan perasaan yang akrab ke dalam hati hanya jadi perasaan yang tiap saat bisa ditukar dengan perasaan lain. 

Kita tak dapat langsung menggantikan pandangan yang intuitif dengan pandangan yang mutlak rasional-empiris.

Oleh sebab itu, (cara terbaik) jika ingin memberikan edukasi, kita harus menyesuaikan diri dengan karakter, selera dan tradisi pada sebuah era. Tentu, ini butuh proses. Tidak semudah membalikkan telapak tangan.

 Tapi kita harus meyakini: pada gilirannya sebuah generasi akan menuju ke arah kebaikan. Seperti air, yang bening karena alam. Seperti pelangi, yang muncul setelah derasnya hujan. 

Post a Comment

0 Comments

FAHRUDDIN FAIZ