Dalam
filsafat pendidikan
Barat, ilmu tidaklah muncul dari pandangan hidup agama tertentu
dan pendidikan barat diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai, yang dimaksud
bebas nilai pada pendidikan Barat adalah bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Ilmu
dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan
agama akan tetapi dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat
dengan spekulasi filosofis yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Imbas ilmu
pengetahuan (serta
nilai-nilai etika dan moral) yang
diatur oleh rasio manusia yang secara terus menerus berubah.[1]
Setidaknya
ada lima faktor yang melandasi budaya dan peradaban Barat, pertama,
menggunakan akal untuk segala kehidupan manusia, kedua, sikap
dualitas terhadap realitas dan kebenaran, ketiga, aspek pandangan
hidup secular, keempat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima,
drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi
kemanusiaan. Kelima faktor tersebut amat berpengaruh dalam pola
pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di Barat.
Adapun ilmu
yang dikembangkan dalam pendidikan Barat adalah falsafah dibentuk dari sebagai
acuan pemikiran mereka, yang akan memunculkan dalam pemikiran yang
bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran
ini dapat mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu
itu sendiri. René Descartes misalnya, seorang tokoh filsafat Barat
asal Perancis ini telah menjadikan rasio sebagai satu-satunya
kriteria dalam mengukur sebuah kebenaran. [2]
Selain
itu para filosof lainnya seperti John Locke yang beranggapan bahwa tubuh yang sehat dapat
membetuk akal yang sehat, senada dengn John Locke Immanuel Kant, Martin
Heidegger, Gadammer, Betti, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera
sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan
pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, relatifisme,
eksistensialisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi
berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sosiologi, politik,
psikologi, sains, ekonomi, dan lainnya.
Menurut Azyumardi
Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam yang membuatperbandingan
filsafat pendidikan Islam dengan Barat, yaitu:[3] pertama,
penguasaan ilmu pengetahuan, ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu
pengetahuan bagi setiap orang Islam (Muslim dan muslimat). Setiap Rasul
yang diutus oleh Allah mereka lebih dahulu
dibekali dengan ilmu pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan itu.
Kedua, pengembangan ilmu pengetahuan. Ketiga
adalah Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Maksudnya adalah ilmu pengetahuan yang didapat dari
pendidikan Islam sangat terikat oleh nilai-nilai akhlak islami. Keempat
adalah pengembangan ilmu pengetahuan hanya untuk pengabdian kepada Allah
danuntuk kemaslahatan umum. Kelima, penyesuaian pendidikan terhadap
perkembangan anak. Sejak masa awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai dengan umurnya, kemampuan, perkembangan
jiwa, dan bakat anak.
Keenam, pengembangan kepribadian. Maksudnya,
bakat alami dan kemampuan pribadi tiap-tiap anak didik diberikan kesempatan
untuk berkembang sesuai
bakatnya sehingga akan bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat. Tiap-tiap individu murid dipandang sebagai amanah Allah, dan seluruh kemampuan fisik & mental
adalah anugerah Tuhan. Perkembangan
kepribadian murid itu akan berkaitan dengan seluruh nilai sistem
Islam, sehingga setiap anak dapat diarahkan untuk mencapai tujuan Islam. Ketujuh,
penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Maksudnya, setiap anak didik
diberi dorongan semangat untuk mengamalkan ilmu pengetahuannya sehingga
benar-benar bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat
secara keseluruhan.
Dengan adanya
beberapa karakteristik pendidikan di atas, maka menurut pandangan penulis, tampak
jelas filsafat pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung
dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya. Sementara
dalam filsafat Barat, proses belajar mengajar dalam pendidikan
barat semata-mata masalah keduniaan, karena bersifat sekularistik - materialistik.
Tanggung
jawab belajar mengajar juga semata-mata terfokus
pada urusan manusia. Kepentingan belajar memgajar juga hanya untuk memenuhi kepentingan
dunia, sekarang dan di sini. Konsep pendidikan Barat pada umumnya bebas
nilai (values free). Selajutnya, proses belajar mengajar dalam
pendidikan Islam merupakan aktivitas
amal ibadah yang berkaitan
erat dengan pengabdian (penghambaan) kepada
Allah. Jadi, tanggung jawab belajar mengajar – di samping tanggungjawab
kemanusiaan - juga tanggung jawab spiritual.
[1] Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam; Analisis pemikiran
Al Attas (Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2009), 64.
[2] Ali Maksum, Pengantar
Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisasi (Yogyakarta: Ar Ruzz
Media), 127.
[3] Azyurmadi Azra, Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam (Jakarta: Logos WacanaIlmu,
1999), 23.
0 Comments