Subscribe Us

Responsive Advertisement

Advertisement

MADURNITAS


Di masa yang akan datang, masyarakat kita jelas akan menghadapi banyak perubahan sebagai akibat dari kemajuan yang telah dicapai dalam proses pembangunan sebelumnya, kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh globalisasi. Satu hal yang tak mungkin dihindari adalah kegiatan pembangunan Nasional akan semakin terkait erat dengan perkembangan Internasional.
Secara teoritis, kegiatan pembangunan Nasional suatu bangsa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan Internasional akan menumbuhkan apa yang lazim disebut dengan Global Governance. Oleh karena itu, Sunyoto Usman berargumen, persoalan-persoalan ekonomi dan politik semakin sukar dipecahkan dalam bingkai atau pola pikir Negara-Bangsa (Nation-State). Persoalan-persoalan ekonomi dan politik yang dihadapi oleh suatu Negara bukan hanya milik atau menjadi beban tanggungan Negara itu sendiri, tetapi juga menjadi bagian dari persoalan-persoalan ekonomi dan politik Negara-Negara lain. Persoalan–persaoalan tersebut menjadi bersifat internasional atau berskala  global, kendati tumbuh dan berkembang ditingkat lokal.
Kenyataan yang menandai perkembangan kota-kota besar di Negara sedang berkembang yang cenderung berkembang pesat, tetapi ironisnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi guna memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yang bertambah cepat di kota itu. Seperti  dikatakan T. McGee, bahwa kota yang tumbuh menjadi metropolis dan makin gigantis, ternyata di saat yang sama harus berhadapan dengan masalah keterbatasan biaya pembangunan dan kemampuan kota untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum migran yang berbondong-bondong memasuki berbagai kota besar.
Oleh sebab itu, dinamika masyarakat harus dilihat sebagai akibat dari kejahatan sistem yang menelurkan kemiskinan yang kronis dan struktural. Efek dari kemiskinan ini, dalam padangan Gilbert & Gugler, akan memupuk etika Machiavelis dalam upaya mempertahankan hidup dengan berbagai cara sehingga dalam kultur kemiskinan ini, frekuensi kekerasan dan kejahatan akan meningkat. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, dinamika tersebut tidak bisa dibendung. Arus modernitas begitu menggelora hingga ke penjuru dunia ini. Hal ini tidak luput juga terhadap dunia Muslim. Perkembangan zaman memicu pertumbuhan pemikiran, pergolakan paradigma dan ideologi. Dan hal itu pun tidak saja muncul dalam taraf teori, akan tetapi juga aksi.
Di Arab, Islam lahir, tumbuh, berkembang. Mungkin karena itulah, Boullata berpendapat bahwa Arab senantiasa diidentikkan dengan Islam, atau sebaliknya. Tidak bisa dibantah memang bahwa Islam menjadi unsur penting, dan bahkan mungkin inti dari kebudayaan Arab. Kendati demikian, Islam dan Arab tidaklah identik. Arab adalah kebudayaan lokal dan partikular, dibentuk oleh ruang dan waktunya. Sementara Islam, adalah ajaran yang diyakini bersifat universal. Seperti Arab, Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk Muslim di dunia, memiliki suatu kebudayaan dengan lokalitasnya menghadapi krisis dihadapan derasnya gelombang modernisasi. "Modernitas" adalah entitas yang dipandang asing. Tetapi kita tahu, bahwa modernitas itu di mana pun menyelesak, meronta, dan memaksa masuk ke jantung kebudayaan.
Sebagai bagian dari Indonesia, Madura memiliki pemahaman keIslaman yang kental dengan tradisi-tradisi dan kearifan lokal. Namun, kini Madura sedang melakukan perubahan-perubahan di berbagai aspek kemasyakatan, termasuk pendidikan Islam. Dalam proses menuju ke arah modernitas tidak terjadi secara bersamaan atau meliputi seluruh bagian. Di beberapa bagian terjadi perubahan yang lebih mendalam dibandingkan dengan bagian yang lainnya, dan modernisasi memperlebar jangkauannya hingga merambah ke dalam struktur sosial Madura. Pada saat yang sama, hal ini mulai menjebol institusi-institusi “mapan” seperti pesantren yang memiliki nilai-nilai, tradisi, pola-pola perilaku dan kearifan lokal.
Pemikiran progresif maupun tradisional dalam dunia pesantren mungkin saja terjadi perselisihan dalam mengidentifikasi persoalan atau dalam menawarkan solusi, tetapi hampir semua tidak kehilangan kecermatan. Mereka yang terlibat dalam wacana ini sangat yakin bahwa lantaran ide-idenya akan membantu masyarakat menjadi kehidupan yang lebih baik dan bijak. Namun, lebih banyak terdapat ketegangan dan sedikit titik terang, retorika yang besar dan sedikit aksi. 
Maka, semestinya terdapat kekuatan yang mendorong perubahan-perubahan. Dinamika pemikiran pendidikan Islam di pesantren Madura pada dasarnya didorong oleh model-model kebudayaan lokal, Arab dan Barat yang modern. Pasca dioperasikannya jembatan Suramadu dan terbukanya akses informasi dan ilmu pengetahuan, pesantren-pesantren di Madura harus terus melakukan perubahan dengan berusaha melampaui paradigma yang berkembang.

Post a Comment

0 Comments

FAHRUDDIN FAIZ