Pergantian kurikulum dalam dunia pendidikan
nasional adalah
realitas yang tidak dapat dihindarkan. Perubahan kurikulum dari masa ke masa
merupakan konsekuensi logis dari dinamika politik di Indonesia. Namun
persoalannya adalah,
apabila dinamika politik tersebut tidak kondusif, maka akan mengarah pada
kebebasan dengan segala macam hiruk pikuknya. Tentu hal tersebut menimbulkan
berbagai permasalahan dalam beberapa
aspek kehidupan, khususnya pendidikan.
Padahal, idealnya perubahan
kurikulum harus seirama pengembangan ragam ketrampilan berfikir (thinking skills)
peserta didik. Kurikulum yang baik harus bertumpu pada
disiplin ilmu filsafat dan psikologi, terutama psikologi kognitif. Marzano berpendapat bahwa kedua disiplin
ilmu memiliki tradisi yang secara gemilang telah memberikan “a perspective
essential to fostering thinking in the classroom”. Bidang filsafat
memberikan banyak teori yang dapat dikembangkan, terutama terkait dengan “the
nature and quality of thinking and its role in human behavior”. Sedangkan
disiplin psikologi memberikan penjelasan teoritis mendalam tentang “specific
cognitive operations”.[1]
Di sekolah, guru, kepala sekolah, dan
peserta didik sangat berkepentingan, dan akan merasakan dampak secara langsung dari setiap
perubahan kurikulum, termasuk Kurikulum 2013 yang kini sedang dijalankan.[2] Kurikulum
2013 atau K-13 – yang berorietasi
pada tiga aspek - bertujuan untuk
peningkatan dan keseimbangan diantara tiga ranah tersebut. Peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude), dan keterampilan
(skill) yang terintegrasi.[3]
Integrasi
dilakukan dalam dua hal yakni: Pertama, integrasi sikap, keterampilan dan
pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedua, terintegrasi bebagai
konsep dasar yang berkaitan.[4]
kurikulum yang terintregasi dimaksudkan proses pembelajaran yang mengarahkan
peserta didik baik secara individual maupun secara klasikal aktif menggali dan
menemukan konsep dan prinsip-prinsip secara holistik bermakna dan otentik,
melalui pertimbangan itu maka berbagai pandangan dan pendapat tentang
pembelajaaran terintegrasi, tetapi
semuanya menekankan pada penyampaian pelajaran yang bermakna dengan melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran.[5]
Pendidikan karakter menjadi fokus utama
pada Kurikulum 2013 (K-13), utamanya pada tingkat dasar - yang akan menjadi fondasi bagi tingkat selanjutnya.[6] Melalui
pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi,
diharapkan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang bermartabat
dan masyarakat memiliki nilai tambah (added value). Tujuannnya adalah agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa
lain di kancah global.
Dalam implementasinya, K-13
merancang suatu kegiatan pembelajaran dilakukan dengan
pendekatan scientific (scientific approach). Pendekatan ini
mengamanatkan proses ilmiah dalam pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara sinergis.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.
Konsepsi ini mencakup: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyimpulkan.[7]
Proses pembelajaran yang menyentuh tiga
aspek (pengetahuan, dan keterampilan) tersebut diharapkan mampu tercapai dengan
menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) pada proses
pembelajaran. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pencapaian
serta pengembangan ketiga aspek (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tersebut
secara holistik. Dengan kata lain, pengembangan antara ranah satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan.[8]
Secara sederhana,
pendekatan saintifik dapat dimaknai
sebagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan melalui proses ilmiah.[9] Dalam proses ilmiah, siswa
mengkonstruk pengetahuan dengan menanya, melakukan pengamatan, melakukan
pengukuran, mengumpulkan data, mengorganisir dan menafsirkan data, memperkirakan
hasil, melakukan eksperimen, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.[10]
Pendekatan saintifik diyakini sebagai “jembatan emas” perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.[11] Dengan demikian, penerapan teori taksonomi dalam proses
belajar mengajar dapat tercapai secara utuh. Kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik
karena pendekatan ini dinilai sesuai untuk mengembangkan tiga kemampuan tersebut. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
dan mengkomunikasikan konsep, prinsip yang “ditemukan”.[12]
Proses pembelajaran saintifik adalah proses pendidikan yang memberikan
kesempatan peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan
yang berkembang dalam sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan bermasyarakat.[13] Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran diarahkan
untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang
diharapkan.
Dengan menggunakan pendekatan saintifik, diharapkan siswa memiliki kompetensi yang
seimbang antara pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pendekatan
pembelajaran merupakan penyajian isi pembelajaran kepada siswa untuk mencapai
kompetensi dengan suatu metode tertentu. Sehingga peserta didik dengan
kompetensi yang memadai mampu bersaing di era global. Pembaharuan lainnya yang terlihat
jelas dalam K-13
adalah pengunaan penilaian autentik (authentic assesment) untuk mengukur
hasil belajar peserta didik.
Pembelajaran berbasis saintifik dalam K-13 tidak hanya mempertimbangkan hasil
belajar,
tetapi juga perlu melihat bagaimana proses belajar dilaksanakan. Dengan pertimbangan tersebut, peserta didik memiliki kecakapan
berfikir kritis, konstruktif, dan inovatif. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar bukan hanya bertolak ukur pada hasil penguasaan kompetensi. Lebih dari
itu, belajar adalah
bagaimana pengetahuan, keterampilan,
dan sikap diperoleh oleh peserta didik.
Betapapun beragamnya deskripsi tentang K-13, pergantian kurikulum sejatinya bertujuan untuk pengembangan dan perbaikan dunia pendidikan. Namun, realitasnya seringkali dalam implementasinya belum dimaksimalkan, sehingga tujuan pengembangan kurikulum belum tercapai. Kebijakan perubahan kurikulum merupakan bagian dari politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak. Oleh sebab itu, kesiapan dalam pelaksanaannya perlu menjadi pertimbangan pengendali kekuasaan.
[1]
Robert J. Marzano,
et al., Dimensions of Thinking; A Framework for Curriculum and Instruction (Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development, 1988), 8.
[2] E.
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2013), 1.
[3]
Asih Kurniasih dan
Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013; Konsep & Penerapan
(Surabaya: kata pena, 2014), 141.
[4]
Mulyoto, Strategi Pembelajaran Di Era Kurikulum 2013 (Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2013), 118.
[5]
Mida Latifatul Muzamiroh, Kupas Tuntas Kurikulum 2013; Kelebihan dan
Kekurangan Kurikulum 2013 (Bandung: Kota Pena, 2013), 25.
[6]
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, 7.
[8]
M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstul dalam Pembelajaran Abad 21
(Bogor : Ghalia Indonesia, 2014), 34.
[9] M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran
SD/MI, SMP/MTs,&
SMA/MA (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 67.
[10] David Jerner Martin, Elementary Science Methods: A
Constructivist Approach (USA: Thomson Wadsworth, 2006), 67.
[11]
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Konsep Pendekatan Saintifik (Jakarta:
Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, 2013), 1.
0 Comments